Jumat, 27 Februari 2015

Hakikat Kebenaran

Kebenaran adalah sebuah keniscayaan bagi manusia. kebenaran menurut pepatah nenek moyang orang Minang, ia berdiri sendiri, berasal dari Yang Satu..jika boleh dianalogikan, ia ibarat semangkuk es tebak di warung RM.Padang. Lidah kita akan dimanjakan oleh berbagai campuran rasa, terkadang bertemu dengan lembutnya agar, warna-warni kolang-kaling yang keras kalau digigit, bahkan kacang tanah di dalamnya, selain roti tawar. Penuh kejutan, penuh tebakan. Maka jangan memandangnya hanya berisi agar saja, atau dibilang rasa manis dari tebunya saja, ada santan dan susu yang jika tak jeli sulit memisahkan rasanya.
Maka kebenaran itu relatif, dari sudut mana kita memandangnya. Benar dalam kacamata kita, berdasarkan pengalaman inderawi kita, belum tentu benar bagi orang lain. perbedaan latar belakang, pola didik orang tua dan lingkungan, agama dan budaya mengharuskan kita bijak dalam melihat sesuatu. Apalagi menilai sesuatu. Ini yang paling sulit, menilai sesuatu tanpa memberi cap/stigmatis pada sesuatu dengan adil. sunnguh ketika menerima sebuah kalimat "merasa benar sendiri" saya tertawa dalam hati. Saya sudah lama meninggalkan prinsip "merasa benar sendiri itu" mungkin sudah sejak belasan tahun lalu, sejak saya menyadari hakikat bahwa dunia ini penuh dengan berbagai kebenaran2x yang kadang tak pernah terpikirkan oleh kita. Menyadari bahwa hidup penuh dengan berbagai intrik dan kepentingan, kepalsuan, kelicikan, pengkhianatan, adalah realita yang sering kita temukan di sekitar kita. Awalnya, mungkin kita ternganga, tetapi kemudian terjaga dari tidur panjang itu, bahwa inilah kehidupan. Allah menciptakan pasangan dari setiap hal di dunia ini. kejujuran, kecerdasan, kesetiaan, ikhlas tanpa balas jasa ada dalam hati sanubari tiap insan, bahkan dalam hati siapapun.
Saya yakin dengan dilandasi cinta dan pengorbanan kita mampu melalui setiap detik perjuangan dalam hidup ini dengan memilih mana yang membuat kita merasa nyaman. dan semakin jernih kita memandang setiap persoalan, semakin dewasa kita ditempa kehidupan.


Renungan panjang
di Ledeng, Bandung27 Februari 20015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertany...