Maka kebenaran itu relatif, dari sudut mana kita memandangnya. Benar dalam kacamata kita, berdasarkan pengalaman inderawi kita, belum tentu benar bagi orang lain. perbedaan latar belakang, pola didik orang tua dan lingkungan, agama dan budaya mengharuskan kita bijak dalam melihat sesuatu. Apalagi menilai sesuatu. Ini yang paling sulit, menilai sesuatu tanpa memberi cap/stigmatis pada sesuatu dengan adil. sunnguh ketika menerima sebuah kalimat "merasa benar sendiri" saya tertawa dalam hati. Saya sudah lama meninggalkan prinsip "merasa benar sendiri itu" mungkin sudah sejak belasan tahun lalu, sejak saya menyadari hakikat bahwa dunia ini penuh dengan berbagai kebenaran2x yang kadang tak pernah terpikirkan oleh kita. Menyadari bahwa hidup penuh dengan berbagai intrik dan kepentingan, kepalsuan, kelicikan, pengkhianatan, adalah realita yang sering kita temukan di sekitar kita. Awalnya, mungkin kita ternganga, tetapi kemudian terjaga dari tidur panjang itu, bahwa inilah kehidupan. Allah menciptakan pasangan dari setiap hal di dunia ini. kejujuran, kecerdasan, kesetiaan, ikhlas tanpa balas jasa ada dalam hati sanubari tiap insan, bahkan dalam hati siapapun.
Saya yakin dengan dilandasi cinta dan pengorbanan kita mampu melalui setiap detik perjuangan dalam hidup ini dengan memilih mana yang membuat kita merasa nyaman. dan semakin jernih kita memandang setiap persoalan, semakin dewasa kita ditempa kehidupan.
Renungan panjang
di Ledeng, Bandung27 Februari 20015
di Ledeng, Bandung27 Februari 20015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar