Senin, 11 Desember 2023

Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertanyaan yang selalu membuncah di pikiran guru maupun orang tua, atau orang-orang yang peduli dengan pendidikan generasi muda.

Pada masa lalu, pendidikan memiliki ukuran yang pasti dalam mengukur keberhasilan seorang anak dalam belajar. Ukuran yang tentunya sesuai pula dengan zaman/masa tersebut. Namun di masa kini saat arus informasi dengan mudah diperoleh oleh semua orang, dimanapun itu, membuat ukuran tersebut menjadi bias, penuh dengan pro dan kontra. 

Lihatlah sebuah chat yang terjadi hampir di waktu yang bersamaan berikut ini:





Isi chat/percakapan ini dalam bahasa daerah (Minangkabau) dimana siswa yang dengan sangat akrabnya kepada gurunya kemudian menanyakan kepada gurunya apakah ada kekurangan tugas maupun penilaiannya agar bisa diperbaiki atau diremedial. Dan gurunya menanggapinya secara bercanda ala anak SMA bahwa tidak ada lagi yang perlu diperbaiki. Di sini terlihat motivasi anak yang tinggi agar prestasi belajarnya tidak turun dalam rekaman laporan hasil belajar (LHB) nya nanti, meskipun dia menghubungi di saat sudah injury time, atau di saat masa terima raport mungkin sudah dekat.

Bandingkan chat/percakapan yang sama kasusnya beda sekolah, beda guru, namun justru berbanding terbalik situasinya dimana yang bertanya justru guru kepada sang siswa, dan jawabannya sangat indifferent (acuh tak acuh) berikut ini:



Siswa ini dengan sangat kalemnya menyatakan bahwa dia sudah sangat puas dengan nilainya yang rendah dalam mata pelajaran yang diampu oleh gurunya yang bertanya tersebut. Baiklah jika dia mungkin tidak menguasai atau tidak tertarik dengan mata pelajaran tersebut, namun jika dia sudah memilih mata pelajaran tersebut seharusnya dia bertanggung jawab struggling agar hasil belajarnya memuaskan, bukan malah asal-asalan saja.

Dan ada juga siswa yang dengan santainya menjawab bahwa dia tidak mengerjakan tugas. Tanpa rasa bersalah. 

Sebagian guru yang pro dengan tidak adanya standar ketentuan batas ambang nilai (KKM) akan support bahwa anak tidak harus jago pada semua mata pelajaran. Alasannya dia pasti berhasil dan mampu di bidang yang dia kuasai. Namun jika hal basic saja seperti menyelesaikan tugas tidak mampu dia kerjakan bagaimana dia akan berhasil di masa hadapan?

Sebagian guru yang kontra akan beralasan bahwa kemerdekaan yang digaungkan dalam kurikulum baru bukanlah kemerdekaan yang blas dimana anak dapat bertindak semaunya seakan tanpa ada batasan.

 
Namun merdeka dalam takaran dan kesepakatan yang sudah dibuat di awal pembelajaran bersama sang guru sehingga ketika ada kejadian dimana siswa melanggar kesepakatan seperti tidak mengerjakan tugas, memperoleh hasil belajar di bawah target, maka ia juga siap memilih konsekuensi yang dia inginkan. 
Kurikulum merdeka memberi ruang yang lebih lega bagi guru dan siswa untuk menata pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswanya. Namun sebagaimana kurikulum baru dimana para guru dan siswa juga tertatih beradaptasi dengan sistem baru, kejelasan defenisi merdeka juga hendaknya tidak abu-abu di mata guru dan siswa. Agar tujuan mulia dari pendidikan nasional bisa tercapai.



Sabtu, 11 November 2023

Naik Haji Tanpa Daftar Tunggu

 

 

Menunaikan rukun Islam kelima merupakan impian pribadi setiap muslim. Siapa sih yang tidak mau menunaikan haji menuju Allah, meneladani Ibrahim dan keluarga istimewanya yang telah mewariskan teguhnya keimanan baik melalui Ismail maupun Ishak yang telah menelurkan 3 agama samawi di dunia ini. 

Melaksanakan haji juga sekaligus mengenang kisah agung Rasulullah SAW dalam Sirah Nabawi yang dengan gamblang menjelaskan bahwa rasulullah saja yang Native penduduk Makkah harus berjuang melaksanakan haji dari Madinah (bahkan dihalang-halangi oleh kaum Non Muslim Makkah waktu itu dengan berbagai cara). Maka, ibadah haji kita belumlah apa-apa perjuangannya bila dibandingkan dengan kisah hajinya beliau di saat tersebut. 

Sejujurnya saya tidak pernah bermimpi bisa melaksanakan ibadah haji dalam usia yang masih terhitung muda ini. Masih 40 tahun. Dahulu saat di pesantren ketika membahas Fiqh ibadah haji saya tidak terlalu antusias menghafal detail maupun hikmahnya (akhirnya menyesal sendiri saat harus belajar ekstra saat waktunya sendiri tiba). Saat mengganti pilihan dari KL ke Jeddah ketika mengikuti seleksi guru SILN ini, salah satu motivasi saya adalah untuk mewujudkan impian keluarga kecil saya bisa sholat, haji, dan umroh bersama di Mekkah Almukaromah, di Masjidil Haram. Alhamdulillah Allah memudahkan jalannya.

Saat itu saya baru saja mendatangkan istri dan anak saya dari Indonesia ke Saudi. Terbayang saja rumitnya istri harus mengurus CLTN di instansi tempatnya bekerja, mengurus visa dan biaya ongkos transportasi yang tidak sedikit. Namun karena kemudahan dari Allah, alhamdulilllah semua berjalan dengan lancar. Harapan kami sehat selalu hendaknya kami berempat dan keluarga besar yang ditinggalkan di kampung agar impian kami bisa terwujud hendaknya. Ammiin. 

Saat situasi seperti itulah salah satu rekan sejawat saya, yang sudah lebih dulu mengabdi di SIJ ini secara langsung bertanya; "bapak sudah daftar hajikah?". Saya menjawab belum, dan menjelaskan situasi saya saat itu. "Ya sudah, saya daftarkan saja pak. Sekalian sama istrinya ya?" Seketika itu saya merasa speechless dan air mata saya menggenang.

''Kamu serius"", kataku tidak percaya. Hari itu juga temanku yang masih muda itu mendaftarkan namaku di website localhajj/Nusuk yang memang khusus untuk pendaftaran warga Saudi dan ekspatriat (yang memiliki izin tinggal/iqamah). Istriku saat itu menunda pendaftarannya disebabkan iqamahnya masih dalam pengurusan selain itu juga mempertimbangkan kedua anak kami yang masih berusia di bawah 12 tahun sehingga tidak bisa juga didaftarkan. Jadi harus ada salah satu yang menunggui anak kami. Temanku menawari agar anak kami dititipkan saja dengan beliau namun istri saya tetap teguh dengan pendiriannya. Dia memilih mendaftar tahun depan.

Maka kemudian kami memilih syarikah (perusahaan/travel) yang bagus fasilitasnya, dan dekat dari stasiun kereta di Mina. Karena dari pengalaman beliau jarak perjalanan dari Camp di Mina ke stasiun kereta sangat penting mengingat panjangnya perjalanan maupun antrian kala melontar jumrah nantinya. Akhirnya kami memilih syarikah Hisyam Badawi Skaik Company yang jaraknya dari stasiun sangat dekat sekali kemahnya. Kami memilih paket 9300 SAR yang dilengkapi dengan fasilitas sangat memadai di tenda/camp di Mina dan Arafah. 

Setelah mendaftar di bulan Januari tersebut, saya kembali disibukkan dengan aktivitas mengajar. Hingga akhirnya datanglah bulan Ramadhan, dan kami menerima sms dari Ministry of Hajj bahwa kami wajib mendapatkan vaksin Flu dan Meningitis sebagai syarat mengikuti ibadah haji tahun ini. Dengan berbekal bertanya kepada guru lain yang telah pernah hajian, kami kemudian disibukkan berburu tempat vaksin gratis di fasilitas Health center (semacam puskesmas di Indonesia), tapi semuanya tutup dan kehabisan vaksin. RS. King Abdul Aziz pun bahkan kami datangi.

Santai dulu di lobby RSKAI

Setelah diberitahu bahwa pelayanan kemungkinan akan dibuka setelah libur lebaran kami berempat pun pulang kembali. Setelah lebaran baru kami mendapat tempat faskes yang ternyata dekat sekali dengan sekolah. Hanya beda satu jalur jalan. Alhamdulillah semua vaksin tersedia dan kami langsung didaftarkan hasilnya secara online oleh petugas mereka yang ternyata sebagian besar sangat ramah.

Menjelang bulan haji kami bersabar menunggu sms maupun pemberitahuan grup wa. Ketar-ketir. Ada yang cepat dihubungi ada yang menyusul (karena beda-beda syarikah/travel hajinya). Akhirnya kami berempat memutuskan sehari sebelum hari H harus mengunjungi kantor syarikah/meeting point dulu agar tidak tersesat nantinya. Saya sebelumnya setelah melalui banyak sms dan wa chat yang rumit (ternyata petugasnya tidak bisa berbahasa Inggris), akhirnya bersama anak dan istri mengunjungi syarikah dan menjemput semua perlengkapan yang disediakan. Ada travel bag, payung, sajadah lipat, kipas, Alquran, peralatan mandi, tasbih digital, dll.

Grup-grup wa pun bermunculan seperti cendawan di musim hujan. Ada grup umum yang isinya berbahasa Urdu semua (Pakistan). Ada grup berbahasa Arab (warga native lokal Saudi) dan ada grup berbahasa Inggris yang didominasi orang India, Pakistan, Bangladesh dan minoritas dari Filipina dan Indonesia. Akhirnya saya merasakan apa yng dirasakan oleh siswa saya di kelas yang mengalami language barrier (kendala bahasa). Ketemu orang Asean yang berbahasa Melayu seakan seperti ketiban durian.

Tidak ada manasik haji seperti di Indonesia yang kurikulumnya hebat luar biasa itu, yang ada pertemuan google meeting yang lebih ke membahas masalah fiqh dan alur serta tata cara haji yang disediakan dalam berbagai bahasa. Para jemaah diminta memilih 3 jenis haji yang diinginkan; tamattu', qiran, atau haji 

Akhirnya bulan Zulhijjah pun tiba. Setelah berdiskusi melalui zoom/dunia maya, kami diarahkan uituk berkumpul di sebuah hotel di area dekat Laut Merah tepatnya di Hotel Sukoon. Kami dibagikan atribut, dibagi ke dalam beberapa rombongan untuk menaiki bus menuju Makkah. Ada 3 orang Indonesia sesama calon haji  yang bertemu dengan saya di Syarikah ini. Seorang mas-mas dari Jawa yang diam di Jeddah, seorang Jakartan, teknisi IT dari Riyadh. Meski tidak satu bus ataupun satu tenda, kami tetap bisa bersua, bertukar informasi, dan kadang-kadang bercanda. Meluapkan harapan dan kebingungan karena kendala Bahasa di tenda masing-masing. Saya yang hanya bisa dasar Bahasa Arab Fusha dan Bahasa Ingerís, sementara si mas hanya bisa Bahasa Arab Amiyah. Kami juga berjumpa saudara Muslim Moro dari Philiphina. Jadi tahu juga kemajuan daerah tersebut saat ini.

Kenangan di Arafah

Melalui setiap tahapan dari prosesi haji dengan penuh semangat. Mengaji di tenda, sesekali menghubungi keluarga untuk berkabar, dan antri untuk setiap kegiatan basic (makan, kamar mandi, naik kereta). 

Antrian makan

Di Hari Arafah, meskipun ada himbauan dari kementerian agar kami stay di tenda, pembimbing kami yang orang Pakistan tetap membawa kami berdoa di luar tenda agar lebih puas. Di sini saya melihat keajaiban di depan mata. Saat sedang berdoa, jamaah Pakistan yang berdoa dengan Bahasa Urdu bercapur Arab tiba-tiba dihampiri saudaranya yang dari India, lalu mereka berdoa bersama sambil menangis. Tidak ada batas negara dan perasaan saling anti yang biasanya mereka tunjukkan di dunia maya. Saya yang sama sekali tidak mengerti kosakata Hindi/Urdu hanya bisa mengaminkan kalau mereka melafalkan doa dalam Bahasa Arab.

Nah, karena mereka cukup fluent Bahasa Inggrisnya saya terpaksa mengekori orang Pakistan ini kalau teman Indonesia saya di grup lain. Alhamdulillah semua prosesi berjalan lancar, yang paling berkesan selain Arafah adalah saat bermalam di Muzdalifah. Langit malam itu indah sekali.

Bermalam di Muzdaleefah

Seluruh kemewahan pelayanan berhaji tersebut berbanding terbalik dengan situasi jemaah haji Indonesia di luar sana. Kami bertiga, berempat dengan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang studi di UIM (Universitas Islam Madinah), saling wanti-wanti agar tidak mengunggah makanan lezat yang kami nikmati untuk menjaga perasaan saudara kami di luar sana. 

Akhirnya setelah melewati seluruh rangkaian prosesi ibadah haji, kami malaksanakan Thawaf Wada' untuk selanjutnya kembali ke Mekkah. Karena seluruh jamaah haji berduyun-duyun melaksanakannya dan menuju Mekkah maka kemacetan panjang menjadi penutup aktivitas kami malam itu, baik sebelum ataupun setelah thawaf. 
Ambik gambar selepas thawaf wada'


Di malam Hari kelima tersebut, sampailah kami di Jeddah di Hotel Sukoon untuk kembali menuju rumah masing-masing. Sebuah pengalaman spiritual yang sangat berkesan. 








 

 

Selasa, 29 Agustus 2023

Pentingnya Pendidikan Seks bagi anak di Usia Sekolah Dasar





Bagaimana cara menjelaskan apa itu mimpi basah kepada anak lelaki anda?
Bagaimana cara menyiapkan putri anda menghadapi menstruasi pertamanya?
Seperti apa reaksi anda saat memeriksa gawai anak anda yang history penelusuran mesin perambahnya ternyata penuh dengan situs-situs bokep?
Bagaimana anda menjelaskan konsep bahwa mengagumi, mencintai, dan pacaran merupakan sesuatu yang berbeda?


Pertanyaan-pertanyaan ini sering dihadapi orang tua maupun pendidik saat anaknya memasuki usia sekolah/remaja. Namun bagaimana jika anak yang terpapar konten dewasa tersebut masih kelas rendah di Sekolah Dasar? Dan bukan hanya satu atau dua anak? Apa yang harus dilakukan guru dan orang tua?
Realita itulah yang dihadapi sebagian orang tua dan guru  di Indonesia sejak sekolah online berlaku 2019 lalu hingga sekarang. Namun tidak banyak yang berani speak-up membahas masalah ini maupun solusinya karena dianggap sesuatu yang tabu.

Pandemi Covid-19 merubah pola didik anak/siswa yang tadinya dijauhkan dari gawai menjadi akrab dengan gawai setiap harinya. Mereka belajar dan mengerjakan tugas menggunakan gawai, mulai dari anak/siswa di kota sampai di desa. Ketidaksiapan orang tua dan guru mengontrol penggunaan gawai oleh anak/siswa tersebutlah yang menjadi penyebab mudahnya anak/siswa terpapar konten dewasa. Sehingga tidak dapat tidak, kampanye pentingnya Pendidikan seks di usia SD perlu dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman anak/siswa dalam memahami diri dan lingkungannya.

Lumrahnya materi reproduksi baru diajarkan di kelas enam, saat siswa memasuki usia pra remaja. Siswa sudah mulai berhadapan dengan masalah perubahan hormon yang menyebabkan perubahan fisik dan emosi, bau keringat, jerawat, serta ketertarikan kepada lawan jenis. Di sini peranan guru dan orang tua penting agar siswa tidak mengalami kesalahan informasi dan persepsi dalam memahami dirinya. Memasukkan norma agama, adat, dan budaya juga sangat tepat agar siswa semakin paham peranannya dalam masyarakat.

Anak lelaki misalnya, secara fisik mereka mengalami perubahan mulai dari tubuh yang semakin berkembang maupun perubahan suara. Orang tua dan guru dapat memberi pemahaman bahwa hal tersebut normal dan justru menandakan bahwa mereka sehat secara fisik. Pengalaman mimpi basah menjadi tanda bahwa mereka sudah siap secara seksual menuju tahap lelaki dewasa, namun secara mental mereka harus banyak belajar dalam hidup. Soal tanggung jawab, mulai dari menjaga kebersihan diri dan pakaian (mencuci sendiri pakaian dalam) mereka, menjaga aurat dan rasa malu mereka di hadapan orang lain.

Untuk anak perempuan pun begitu. Penting sekali bagi orang tua dan guru menjelaskan bahwa perubahan fisik mereka bukanlah keanehan namun menunjukkan bahwa mereka sehat dan menuju kematangan diri. Memahami bahwa secara periode mereka akan mengalami haid, dan siap mengalami pengalaman haid pertamanya sehingga ia tidak menjadi pengalaman yang tidak nyaman. Anak/siswa perempuan hendaknya menyiapkan satu set pembalut kecil untuk disimpan di dalam tasnya, menjaga bila saat itu tiba dia tinggal bergegas ke kamar kecil sehingga dia tetap nyaman beraktivitas baik di rumah, sekolah, maupun di luar ruangan. Memakai deodoran dan parfum agar bau keringat tidak membuatnya malu saat bergaul, dan menjaga kebersihan diri maupun fisiknya. Selain itu masa ini juga menjadi masa terbaik bagi orang tua dan guru menjelaskan bagaimana anak/siswa harus menjaga aurat dan pergaulannya baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Mengajarkan siswa bertanggung jawab atas kebersihan diri maupun memakai rasa malu saat bergaul di tengah masyarakat (pernahkah anda atau petugas kebersihan menemukan bekas pembalut yang dibuang begitu saja di WC sampai membuatnya kotor bahkan tersumbat misalnya? Atau menemukan benda tersebut dibuang di sudut kamar begitu saja dan dibiarkan berhari-hari?). 

Memahami remaja dan menjadi temannya merupakan tugas orang tua dan guru agar mereka tidak gagap menghadapi masa-masa perubahan tersebut.
Tapi bagaimana dengan anak/siswa usia kelas rendah (kelas 2 atau 3) yang sudah terpapar konten dewasa? Cara orang tua/guru menjelaskan konsep-konsep tersebut tentu tidak sama dengan siswa yang sudah duduk di kelas tinggi atau usia pra remaja dimana mereka sudah mulai bisa memahami konsep yang semi konkret maupun abstrak. Di sinilah pentingnya peranan orang tua dan guru menjelaskan menggunakan bahasa sederhana anak seusia tsb bahwa aktivitas seksual bukanlah aktivitas anak-anak seusia mereka. Menggunakan terma, 
“abang sudah siap ya jadi papa? Sudah bisa kerja cari duit, memberi belanja keluarga?”. 
“dedek sudah siap ya jadi mama? Sudah siap punya anak?”
Dihadapkan pertanyaan tersebut anak/siswa yang terpapar konten tersebut biasanya tergeragap dan cepat-cepat menjawab tidak pak, belum bu. Lalu menunduk. 

Orang tua/guru diharapkan bisa memberikan pemahaman pentingnya menjaga aurat dan malu pada anak/siswa di depan orang lain dan Tuhan. Nilai-nilai budaya dan agama yang sekarang justru sudah semakin ditinggalkan. Tentunya menyesuaikan dengan kosakata dan pemahaman mereka. Pentingnya kontrol kebiasaan menggunakan gawai oleh orang tua dan guru serta komunikasi efektif dan terbuka antara anak/siswa dengan orang tua dan guru sangat menentukan apakah anak/siswa dapat melalui proses tersebut. Karena anak-anak usia dini yang terpapar konten dewasa/pornografi cenderung bermasalah secara intelektual, emosi, dan kepercayaan dirinya ke depannya. 

Semoga kita bisa memainkan peranan terbaik kita dalam mendampingi tumbuh kembang anak/siswa kita. Bismillah..

Selasa, 18 Juli 2023

Diklat Asyik Calon Pengajar Praktik (CPP)


Setahun lalu saya mengikuti Diklat Calon Pengajar Praktik (CPP) Angkatan 4 yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Awalnya saya pernah mengikuti seleksi Pendamping Guru Penggerak (sekarang namanya Pengajar Praktik) di angkatan 1 namun karena tidak teliti saat mengisi Esai saat memasukkan aplikasi saya tidak lolos. 

Alhamdulillah setelah berkonsultasi dengan beberapa rekan guru sekaligus sahabat saya; Aa Riyan dan Mbak Wahyu nun jauh di Pulau Jawa sana, tahun ini saya bisa lolos seleksi peserta diklat CPP Angkatan 4 ini. Tuh kan, kolaborasi adalah kunci utama kesuksesan. Kalau zaman dulu ada pameo bahwa di Indonesia Jawa adalah Koentji, maka di zaman ini, Kolaborasi adalah kunci.

Apa sih itu CPP? Calon Pengajar Praktik merupakan seseorang yang ditugaskan mendampingi Calon Guru Penggerak (CGP) dalam menjalankan perannya sebagai Guru Penggerak wabilkhusus selama masa 9 bulan diklat (saat ini dipersingkat menjadi 7 bulan) dengan berbagai kemungkinan alasan, salah satunya efisiensi. Nah, PP ini bertugas mementori dan mengcoaching CGP. 

Cara pendaftaran menjadi CPP yaitu dengan mengisi aplikasi di SIM PKB. Bila daerah anda menjadi sasaran, anda punya kompetensi, integritas, dan kemauan maka anda layak menjadi salah satu peserta! Pantaskan saja dirimu!

Setelah melalui seleksi administrasi, lanjut dengan seleksi simulasi mengajar selama 20 menit dan wawancara dengan dua interviewer. Setelah diamati background kedua pewawancara ini adalah praktisi pendidikan, dan akademisi. Apa saja pertanyaannya? Tentu saja berhubungan dengan essai yang anda isi dan motivasi anda mengikuti seleksi ini.

Setelah lolos maka anda wajib mengikuti Diklat marathon bersama para ahli yang tidak kaleng-kaleng. Di masa saya pemerintah menggandeng ahli dari universitas, coach dari lembaga coaching swasta yang tidak segan-segan membagi ilmu dan pengalamannya bersama para guru yang masih awam tentang prinsip merdeka belajar Ki Hajar Dewantara maupun teknik Coaching dan alur TIRTA-nya. Namun dengan semangat yang menggebu ditambah kolaborasi sesama peserta maka akhirnya resmilah sudah kami menjadi Pengajar Praktik Angkatan 4. 



Berbagai ilmu dan pengalaman di lapangan membimbing para Calon Guru Penggerak yang keren dan penuh semangat menggerakkan pendidikan membuat kami menyadari banyak hal, salah satu poin terpentingnya bahwa kami belajar banyak dari para CGP tentang hakikat pendidikan dan menggerakkan pendidikan menuju arah yang lebih baik. Dan ide, proses, maupun hasilnya tidaklah mudah. Namun semangat kami tidak akan pernah patah.

Semoga jaya selalu CPP angkatan 4 yang sekarang sebagian besar sudah naik pangkat menjadi Fasilitator di angkatan kemarin, dan CGP kami yang saat ini juga sudah mengikuti jejak mentornya menjadi PP di angkatan ini. Apapun itu semoga kita selalu ingat prinsip merdeka belajar bukanlah pada poster, jargon, dan kata-kata ataupun seremonialnya, tetapi pada ide, proses, dan kolaborasi bergerak mewujudkannya. Salam Guru Penggerak! 

Rabu, 18 Agustus 2021

Pengalaman Lulus Tes SILN Jeddah, KSA


Foto source: Wikipedia

Sejujurnya saya tak tahu ingin memberi judul apa pada postingan kali ini. Tapi beberapa kawan meminta saya menuliskan pengalaman mengikuti seleksi guru Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) agar dapat menjadi pengalaman bermanfaat bagi pembacanya. 

Baiklah, Februari lalu saya menerima kabar bahwa SILN kembali menerima seleksi guru dan PTK dari PNS setelah beberapa kali sebelumnya seleksi hanya diperuntukkan bagi guru Non-PNS. 

Dahulu setelah lulus S-1 di UNP saya berkenalan dengan bapak Risman Mamak yang bertugas di Sekolah Indonesia Tokyo melalui sosial media dan banyak bertanya pada beliau. Beliau menyarankan agar saya menyelesaikan dulu kuliah magister dan memiliki sertifikat pendidik, karena kedua hal tersebut sangat membantu ketika kita berada di luar negeri nantinya.

Saya tidak tertarik pada Jepang, tapi Belanda. Saya mencari tahu tentang SID (Sekolah Indonesia Den Haag) di Wassenaar dari berbagai sumber di internet. Zaman itu belum secanggih sekarang dimana arus informasi sangat deras. Setelah membaca banyak literatur (termasuk estimasi biaya hidup) saya mencoba realistis dan akhirnya memilih Kuala Lumpur. Why? Pertama, karena ianya dekat dari Padang. Tahun 2019 kami study banding ke SK Wangsa Maju di KL, lama di perjalanan hanya 2 jam kurang sedikit. Macam naik oto ke Bukittinggi saja, sanak! Kedua, masalah budaya dan bahasa. Bahasa Malaysia ala KL baik rasmi maupun slang sangat mudah dipahami oleh orang Sumatra apalagi orang Padang karena similarity dari kedua bahasa yang memang berasal dari asal bahasa dan budaya yang sama hanya beda dialek saja. Ketiga, biaya hidup. Saat di KL Cik Ross (guide kami di atas bus) bercerita kost biaya hidup di Malaysia dan harga ataupun sewa rumah di sana. It's worthed, for me. Meski jujur saat ke KL saya merasa sama saja seperti di Indonesia. Situasi jalannya, gedung-gedungnya. Kecuali KL Tower yah. Jangan tanya Singapore ya..nanti saya jadi ingat ditahan berjam-jam di immigrasi borderland JB-SG 2019 lalu. Hii..takut.

Maka saat mengisi pilihan negara saya memilih KL, Malaysia. Namun setelah bergabung dengan grup SILN Sumbar 2021 yang digawangi alumni guru SILN Jeddah Muhammad Dasril, saya tergoda mencoba peruntungan dengan memilih kota Jeddah, KSA. Karena selain mengajar saya dan keluarga saya nantinya diharapkan juga bisa beribadah Haji dan Umroh. 

Foto Source: Fb Muhammad Dasril

Beberapa persyaratan khusus yang dicantumkan tahun ini : 

1. Guru PNS/Non PNS. Bagi PNS minimal pangkat III.b, berijazah S.1 dengan IPK 2,75.

2. Memiliki sertifikat profesi pendidik yang linear dengan jabatan yang dilamar, kecuali bagi pelamar tertentu dengan sertifikat keahlian.

3. Memiliki NUPTK, Sertifikat TOEFL Prediction Score minimal 450 dari lembaga bahasa terakreditasi

4. Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun. Diutamakan menguasai bahasa lokal negara yang dituju.

5. Diutamakan memiliki sertifikat/penghargaan nasional sebagai keterampilan tambahan selain mengajar; Olahraga, Pramuka, Seni Budaya, Keagamaan, TIK, Akuntansi/Keuangan

Lamaran dilengkapi dengan pas foto, seluruh surat-surat dalam persyaratan, surat keterangan sehat dan bebas narkoba yang masih berlaku, deskripsi diri, potensi dan motivasi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bagi guru Non PNS semuanya hampir sama, hanya saja penandatangan berkas Kepsek dan Ketua Yayasan.

Setelah menunggu berbulan kemudian keluarlah pengumuman peserta yang lolos seleksi adminitrasi, untuk info kalian bisa check it out here: http://mutasi.sdm.kemdikbud.go.id/siln/?menu=3# . Selanjutnya dimulailah tes berjenjang yang menguras waktu, tenaga, dan konsentrasi antara lain: tes psikotes/TPA, tes TOEFL, tes Psikologi. Karena tahun ini rekrutmen dilakukan saat pandemi, maka seluruh tes berlangsung secara online. Kemdikbud/PKLN bekerjasama dengan salah satu lembaga konsultan psikologi independen profesional. Jadi jangan cemas, tidak akan ada bias apalagi KKN dalam penerimaan ini. Hari berikutnya tes dilakukan secara marathon berupa simulasi mengajar, FGD Wawancara (2 lapis).

Tips dan saran yang mungkin bisa saya tambahkan;

1. Tulislah surat lamaran, motivasi dan critical incident dengan jujur, meyakinkan, dan penuh semangat. Jangan lupa cetak semua berkasmu termasuk CV (yang dikirimkan) dan form Critical Incident yang telah diisi karena ia sangat membantu dalam kedua wawancara berlapis.

2. Sediakan alat ICT yang mumpuni, minimal laptop, speaker, headset, dan lampu sorot bila ada (biar glowing).

3. Pelajarilah buku-buku Psikotes/TPA, TOEFL, dan tes Psikologi. Kalau kamu malas membaca maka cari saja di mas Google. Insya Allah si mas siap sedia membantu.

4. Rancanglah salah satu pembelajaran yang menarik dalam bentuk RPP dengan alat peraga multi moda dan real. Actually mereka ga peduli dengan materi yang kamu sampaikan tapi lebih ke cara kamu menyampaikannya (udah mirip bahasa Jaksel belum ni?). Mereka lebih menilai delivery mu menarik ga? Inovatif ga? Jujur waktu itu dua menit pertama saya agak grogi. Jadi pas ditanya setelah simulasi (simulasi hanya 10 menit), saya jujur saja dan minta maaf tadi agak sedikit grogi jadi lupa urutan. Alhamdulillah untuk tes simulasi ini saya banyak dibantu teknisnya oleh mahasiswa PPG Pra Jabatan yang saya bimbing. Terimakasih Ade, Dea, Winda..ternyata bener ya..kita saling belajar satu sama lain. 

5. Saat wawancara usahakan critical incident dan CV ada di sampingmu agar saat interviewer bertanya, kamu gak bingung ini teh bahas apa bagian yang mana (karena CI tsb berlembar-lembar). Jawablah pertanyaan dengan sopan, jangan mengada-ngada apalagi mengira-ngira.

6. Terakhir yang paling mumpuni, minta doa dari orang tuamu, mertuamu, istri/suamimu agar semuanya dilancarkan dan penuh berkah. 

Untuk sementara itu dulu (panjang beud). Nanti kita sambung dengan cerita berikutnya. 





Selasa, 17 Agustus 2021

School at Pandemic in Padang

 Sejak Pandemi menyerang pada akhir tahun 2019 sampai membuat seluruh sekolah di Indonesia tutup dan harus berlangsung secara online (dalam jaringan), masyarakat kita benar-benar kelabakan. Adaptasi terhadap kebiasaan baru, istilah-isltilah baru menuntut para guru, siswa, terutama orang tua melek dengan teknologi dan pembelajaran yang disampaikan secara dalam jaringan (daring), kombinasi, maupun luar jaringan (luring).

Di awal tahun 2020 para guru kemudian memindahkan kelas konvensional mereka ke dalam grup chat pada aplikasi sosial media Whatsapp. Salah satu alternatif paling gampang dan akrab dengan masyarakat Indonesia. Namun setelah dijalani selama seminggu minat belajar siswa terlihat menurun. Beberapa diantara mereka hanya mengisi daftar hadir, namun melewatkan penjelasan guru di video, voice notes, maupun foto penjelasan. Sebagian dari mereka hanya mengerjakan tugas yang ternyata diambil dan ditempel dari situs-situs yang ternyata memang tersedia untuk membahas seluruh soal pada buku tema maupun mata pelajaran. 

Beberapa aplikasi pembelajaran seperti Google Classroom, Edmodo, Padlet, dll sebenarnya tersedia dan cocok untuk digunakan sebagai alternatif pengganti Whatsapp ataupun LKS yang diberikan dan diperiksa sekali seminggu. Ataupun metode drilling menjawab soal yang disediakan guru untuk diantarkan dalam jangka waktu tertentu oleh orang tua. Tapi kendalanya, sebagian guru tidak menyukai aplikasi tersebut karena menurut mereka ribet, menambah kerja, dan tidak efektif. Bagi siswa juga repot, meyusahkan, dan tidak asyik. Ini dari pengakuan sebagian kawan yang mencoba menerapkannya di kelas. 

Selain itu, di awal semester atau tahun ajaran guru juga sebetulnya dapat mengantisipasi kesulitan dalam pembelajaran di masa pandemi ini dengan memetakan siswa dan aksesnya terhadap gadget. Orang tua dan siswa diundang ke kelas untuk memantau berapa orang yang memiliki gadget, rasio gadget dengan anak di rumah, akses terhadap kuota dan wi-fi, serta dukungan orang tua siswa baik dukungan waktu (mendampingi dalam belajar) maupun menyediakan kuota (finansial). Karena sebagian orang tua siswa terdampak secara ekonomi akibat pembatasan kegiatan (lock down) yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini pernah penulis bahas saat diundang menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Internasional Pembelajaran di Era Pandemi yang diadakan oleh Jurusan PGSD UMSB.




Untuk mengatasi itu kami bergerak mengadakan workshop/bengkel kerja Penggunaan Aplikasi Pembelajaran dan Pembuatan Video Pembelajaran di Kecamatan Pauh menggandeng Universitas Putra Indonesia (UPI YPTK) dalam bentuk kegiatan Pengabdian Masyarakat. Kegiatan ini diiikuti oleh guru SD di Kecamatan Pauh di SD Negeri 13 Kapalo Koto tempat penulis mengajar.

Alhamdulillah bersama narasumber, dosen, dan mahasiswa UPI YPTK para guru didampingi menggunakan aplikasi pembelajaran sederhana dan pembuatan video menggunakan aplikasi rekam layar Camtasia. Kedua materi tersebut merupakan skill yang harus dikuasai guru untuk beradaptasi mengajar di tengah situasi Pandemi Covid-19 saat ini. 

Bravo Pendidikan Indonesia!

Sumber Foto: UMSB 

Rabu, 11 Oktober 2017

GELANGGANG RANDAI DI SEKOLAH impian tentang pusat literasi dan pendidikan karakter berdasarkan kearifan lokal minangkabau


Sejak era pra kemerdekaan Indonesia, Minangkabau sudah menjadi pusat pendidikan di Sumatra. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya beberapa pusat institusi pendidikan di Ranah Minang seperti Universitas Andalas, satu-satunya universitas tertua di luar Pulau Jawa, Diniyyah Putri Padang Panjang yang tak hanya diminati oleh para santri dari Indonesia, tapi juga dari Malaysia, Singapura, Brunai, dan Thailand. Sumatra Thawalib yang menjadi pelopor kebangkitan kebangsaan, Ruang INS di Kayu Tanam dengan perspektif kurikulumnya yang independen dan siap guna dan kampus-kampus baik negeri maupun swasta serta pesantren-pesantren baik tradisional maupun modern yang tersebar di seluruh Ranah Minang. Institusi-institusi pendidikan tersebut masih kokoh berdiri bahkan sebagiannya berkembang dengan pesat hingga saat ini.

Ada yang berbeda dari sistem pendidikan “lama” di Ranah Minang tersebut dibandingkan dengan sistem yang ada saat ini. Dahulu selain bersekolah secara formal di Sekolah Rakyat dan Pesantren, orang tua kita juga bersekolah secara tidak formal di Surau dan Lapau. Di Surau, selain belajar mengaji para pemuda Minangkabau juga ditunjukajari ilmu silat (bela diri), seni musik, pasambahan adat (pidato adat), seni berdebat, dan teater tradisional seperti Tupai Janjang, Simarantang, ataupun Randai. Sekolah informal ini membangun karakter pemuda-pemudi Minangkabau menjadi generasi yang percaya diri, fasih dengan ilmu agama, dan cerdas namun tetap santun.



Foto 1. Siswa beristirahat sebelum menampilkan Randai sambil bemain gadget (sumber foto: Erison J. Kambari/Instagram)

Di masa modern seperti ini, membangun kembali sistem pendidikan informal seperti dulu tidaklah mudah. Di lingkungan penulis bertugas mengajar contohnya, anak-anak usia pendidikan dasar (SD dan SMP) lebih banyak menghabiskan waktunya di Warnet untuk bermain games online dan surfing. Di usia dimana fondasi kehidupan pembentukan karakter diri seharusnya dibentuk mereka malah membuang waktu untuk permainan yang melenakan, rentan terpapar konten pornografi, premanisme, dan bahkan ada yang menghisap lem. Sementara surau saat ini hanya menjadi tempat belajar membaca Alquran, Didikan Subuh, dan kegiatan Pesantren Kilat di bulan Ramadhan saja. Kegiatan-kegiatan positif yang tadi penulis curahkan di atas mulai berangsur berkurang bahkan perlahan menghilang, kalaupun ada hanya bertahan di beberapa tempat tertentu saja di luar dari institusi surau seperti kelompok Randai para pemuda, sasaran Silat, ekstra kurikuler di sekolah menengah dll. Berangkat dari keprihatinan itulah penulis mengangkat revitalisasi kembali membangun karakter “pemuda tangguh” tersebut dengan menciptakan Gelanggang Randai di sekolah-sekolah, terutama di pendidikan dasar (SD dan SMP) sebagai usia periode emas pembentukan karakter generasi penerus di kota Padang.

Randai Selayang Pandang.

Mengapa memilih Randai? Ide ini penulis dapatkan semasa melanjutkan studi di Bandung. Di kota ini banyak gelanggang kesenian yang dipadukan dengan pusat literasi (perputakaan mini) dimana seniman yang melatih mengadakan pertunjukan di pusat kota dengan peralatan sederhana (sebagian properti hanya terbuat dari bambu) namun dapat dikemas dengan penampilan panggung yang memukau. Bandung yang tengah bertransformasi dari kota besar menjadi metropolitan tanpa ragu-ragu memadukan kearifan lokal khas Sunda dengan pendidikan, dunia pariwisata, dan semangat keberagaman. Seperti CCL di Ledeng yang melibatkan siswa sekolah menengah dan sekolah dasar dalam kegiatan drama tradisional mereka. Selain CCL juga ada Wajiwa di Buah Batu yang diasuh seorang dosen di ISBI Bandung yang lebih ke olah jiwa dan raga kanak-kanak. Hal ini mengingatkan penulis pada teater tradisional yang kita miliki namun belum tergarap secara optimal; teater tradisional Randai.

Randai memiliki hampir semua filsafat luhur dan unsur seni tradisional Minangkabau. Secara etimologis Randai berasal dari bahasa Arab yaitu kata ra’yan yang berarti penglihatan, pengamatan dan pemandangan dan da’i yang berarti penyeru, juru dakwah. Randai pada masa lalu bukan sebagai pertunjukan namun sebagai permainan anak nagari yang digunakan sebagai media penyampaian ajaran agama Islam berisi pengajian, baik tauhid (keimanan) maupun syariat (hukum Islam), Almarbawy dalam (Rustiyanti, 2010) sedangkan menurut  A. A. Navis (1984) Randai merupakan kesenian yang menggunakan medium ganda: tarian, nyanyian, sekaligus akting dan dendang.Ahli Randai dari University of Hawai’i yang menjadikan Randai sebagai dissertasinya, Kirstin Pauka (2003) secara gamblang menjelaskan Randai sebagai  sebuah teater asli Minangkabau yang berbasiskan teknik bunga-bunga silat. Selain bela diri, Randai juga menampilkan tarian, akting, nyanyian, musik instrumen, dan pukulan unik (tapuak) yang dimainkan dalam bentuk lingkaran. Fungsi Randai menurut Pauka merupakan media hiburan dan pendidikan di nagari-nagari di Minangkabau.

Menurut bentuknya Randai merupakan bentuk kesenian Minangkabau yang dilakukan oleh penari dengan menggunakan ceritera. Ciri-ciri Randai, yaitu:

1.       para penari bergerak dalam lingkaran besar (12-15 orang),

2.       sumber gerak penari galombang, bersumber dari pencak silat,

3.       karakter tokoh diungkapkan melalui akting dan dialog

4.       ceritera disampaikan dalam adegan demi adegan

5.       dendang sebagai pembatas antara suatu adegan ke adegan berikutnya., Rustiyanti, (2010).

Pementasan Randai selain diperlombakan dalam festival, biasanya dilakukan saat musim panen berakhir, pengangkatan gelar datuk (penghulu), pesta perkawinan, hari raya Idul Fitri, atau hari peringatan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. (Pauka, 2003).

Randai sebagai Media Apresiasi Drama dan Pembentukan Karakter Percaya Diri Siswa Pendidikan Dasar

Perkembangan siswa SD dan kelas awal di SMP menurut Piaget berada pada tahap perkembangan operasional konkret, yang membutuhkan penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, yang hanya  (bisa dilakukan) dalam situasi konkret. Situasi konkret tersebut dapat difasilitasi dengan bermain drama. Drama yang cocok digunakan untuk siswa adalah drama anak sederhana yang dekat dengan anak,  salah satunya adalah drama/teater tradisional. Menurut Latrell (1999), Randai merupakan salah satu bentuk seni teater terbaik di Sumatra Barat, Indonesia, yang memadukan tarian penuh semangat, seni bela diri, dialog, dan musik. Penggunaan drama dengan medium ganda tersebut diharapkan dapat memotivasi anak agar lebih percaya diri dan meningkatkan kemampuan apresiasi sastranya. Sesuai dengan pendapat Russel-Bowie (2013) yang menyatakan bahwa, para pendidik hendaknya mengenalkan pembelajaran yang mengasah pengalaman siswa untuk membawa perubahan sikap siswa ke arah yang positif, penuh percaya diri, dan mengerti dengan drama.

Secara umum permainan Randai klasik menggunakan teknis penyajian sebagai berikut:

a.    Sebelum pertunjukan dimulai, terlebih dulu dimainkan alat-alat musik tradisional berupa talempong, sarunai, bansi, dan gandang. Fungsi bunyi-bunyian ini sebagai pemanggil bahwa pementasan akan dimulai. Untuk aplikasi di SD jika tak ada instrumen eksternal bisa diganti dengan rekaman suara musik.

b.    Dengan aba-aba dari Janang (ketua Randai), seluruh pemain masuk ke dalam arena membentuk dua baris berbanjar, dengan langkah silat membentuk lingkaran galombang. Pemain membalas dengan “hep-ta” atau “ais-ta” berulang empat kali secara bersama.

c.     Tukang goreh memberi kode “hep-ta”, maka seluruh anak Randai duduk berjongkok. Saat itu pembawa gurindam mulai menyanyikan dendang sebagai persembahan kepada penonton. (Dendang Dayang Daini).

d.    Tukang goreh memberi kode untuk bergerak dalam lingkaran galombang pertama.

e.    Setelah lingkaran terbentuk dari dua baris berbanjar tadi, dilanjutkan dengan kata-kata persembahan kepada penonton oleh Janang.

f.      Tukang goreh memberi tanda dengan suara kode “hep-ta” mengajak para pemain bergerak dengan gaya silat. Dilanjutkan dengan gerak galombang berikutnya diiringi dendang Simarantang untuk adegan pertama.

g.    Dendang Simarantang dinyanyikan beberapa kali, tergantung dari panjangnya gerak galombang, lalu dilanjutkan dengan tampilnya tokoh lakon cerita yang berakting di dalam arena lingkaran galombang. Begitu selanjutnya sampai babak terakhir. Dalam pertunjukan Randai diselingi dengan tarian perintang, seperti tari piring, pencak silat, indang, ataupun saluang dendang. Selingan ini dimaksudkan sebagai icebreaker agar penonton tidak bosan. (Rustiyanti, 2010)


Foto.2. Siswa SD sedang latihan Randai di halaman sekolah

(dokumen pribadi)

Tata cara bermain drama menggunakan Randai yang digunakan diadaptasi dari langkah-langkah  teknik pembelajaran drama menurut Rahmanto (2005) dan Sumiyadi (2013), yang membaginya ke dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut:

1)      Tahap Persiapan

terdiri atas: a) pelacakan pendahuluan, yaitu: (1)memilih naskah randai, (2)memilih sutradara/pelatih. b) penentuan sikap praktis, yaitu: (1)mempelajari naskah randai, (2) menganalisis (mengadaptasi) naskah randai, (3) penyajian randai dalam bentuk video/foto.

2)      Tahap Pelatihan

terdiri atas : a) mencari bentuk, yaitu: (1)  diskusi awal, (2) pengembangan randai, (3) diskusi lanjutan., b) pemantapan/latihan umum/praktik percobaan, yaitu: (1) latihan gerakan randai, (2) latihan mengucapkan dialog, (3) akting c) pagelaran/pementasan.

Naskah yang digunakan dalam Randai hendaknya merupakan naskah yang layak baca untuk siswa usia Pendidikan Dasar.


Foto 3. Siswa menampilkan Randai di aula Balai Pelestarian Nilai Budaya

(BNPB) Kota Padang (dokumen pribadi)



Gelanggang Randai di Sekolah

Adanya sasaran Randai di sekolah dalam bentuk gelanggang khusus yang dipadukan dengan pusat baca (semacam perpustakaan mini) diharapkan bisa menjadi oase bagi siswa Pendidikan Dasar (SD dan SMP). Dari segi kemampuan berbahasa dan sastra, siswa dididik menjadi lebih cinta membaca (melek literasi) melalui membaca naskah Randai yang dimainkan, latithan vokal dan ekspresi, mampu mendiskusikan unsur instrinsik sastra (mengapresiasi karya sastra Minangkabau lengkap dengan filsafat Minang yang luhur), dll. Dari segi fisik dengan bermain Randai siswa dapat melatih kemampuan motoriknya dengan belajar dasar-dasar gerakan silat, mengenal disiplin latihan, dan sopan santun dalam berbicara di depan publik.



Foto 4. Teater Terbuka/Gelanggang Randai impian

Di Kota Padang sendiri sudah ada sanggar seni dan sasaran Randai, namun yang bersinergi dengan sekolah atau didirikan sebagai bagian dari pusat edukasi di sekolah belum banyak. Adanya hubungan saling edukasi antara sekolah dengan budayawan terutama seniman silat dan Randai yang difasilitasi oleh pemerintah kota diharapkan dapat mewujudkan impian ini. Randai yang dijadikan sebagai bagian dari kurikulum di University of Hawai’i dan Akademi Seni dan Warisan Malaysia seharusnya juga dapat diadaptasi sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di Kota Padang. Sepulang sekolah, siswa-siswi SD dan SMP dapat belajar memainkan Randai  agar siswa tak hanya disibukkan oleh aktivitas di luar sekolah yang berbau negatif sekaligus mendidiknya untuk lebih menghargai budayanya sendiri.



Pauh, 17 April 2017


Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertany...