Rabu, 18 Agustus 2021

Pengalaman Lulus Tes SILN Jeddah, KSA


Foto source: Wikipedia

Sejujurnya saya tak tahu ingin memberi judul apa pada postingan kali ini. Tapi beberapa kawan meminta saya menuliskan pengalaman mengikuti seleksi guru Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) agar dapat menjadi pengalaman bermanfaat bagi pembacanya. 

Baiklah, Februari lalu saya menerima kabar bahwa SILN kembali menerima seleksi guru dan PTK dari PNS setelah beberapa kali sebelumnya seleksi hanya diperuntukkan bagi guru Non-PNS. 

Dahulu setelah lulus S-1 di UNP saya berkenalan dengan bapak Risman Mamak yang bertugas di Sekolah Indonesia Tokyo melalui sosial media dan banyak bertanya pada beliau. Beliau menyarankan agar saya menyelesaikan dulu kuliah magister dan memiliki sertifikat pendidik, karena kedua hal tersebut sangat membantu ketika kita berada di luar negeri nantinya.

Saya tidak tertarik pada Jepang, tapi Belanda. Saya mencari tahu tentang SID (Sekolah Indonesia Den Haag) di Wassenaar dari berbagai sumber di internet. Zaman itu belum secanggih sekarang dimana arus informasi sangat deras. Setelah membaca banyak literatur (termasuk estimasi biaya hidup) saya mencoba realistis dan akhirnya memilih Kuala Lumpur. Why? Pertama, karena ianya dekat dari Padang. Tahun 2019 kami study banding ke SK Wangsa Maju di KL, lama di perjalanan hanya 2 jam kurang sedikit. Macam naik oto ke Bukittinggi saja, sanak! Kedua, masalah budaya dan bahasa. Bahasa Malaysia ala KL baik rasmi maupun slang sangat mudah dipahami oleh orang Sumatra apalagi orang Padang karena similarity dari kedua bahasa yang memang berasal dari asal bahasa dan budaya yang sama hanya beda dialek saja. Ketiga, biaya hidup. Saat di KL Cik Ross (guide kami di atas bus) bercerita kost biaya hidup di Malaysia dan harga ataupun sewa rumah di sana. It's worthed, for me. Meski jujur saat ke KL saya merasa sama saja seperti di Indonesia. Situasi jalannya, gedung-gedungnya. Kecuali KL Tower yah. Jangan tanya Singapore ya..nanti saya jadi ingat ditahan berjam-jam di immigrasi borderland JB-SG 2019 lalu. Hii..takut.

Maka saat mengisi pilihan negara saya memilih KL, Malaysia. Namun setelah bergabung dengan grup SILN Sumbar 2021 yang digawangi alumni guru SILN Jeddah Muhammad Dasril, saya tergoda mencoba peruntungan dengan memilih kota Jeddah, KSA. Karena selain mengajar saya dan keluarga saya nantinya diharapkan juga bisa beribadah Haji dan Umroh. 

Foto Source: Fb Muhammad Dasril

Beberapa persyaratan khusus yang dicantumkan tahun ini : 

1. Guru PNS/Non PNS. Bagi PNS minimal pangkat III.b, berijazah S.1 dengan IPK 2,75.

2. Memiliki sertifikat profesi pendidik yang linear dengan jabatan yang dilamar, kecuali bagi pelamar tertentu dengan sertifikat keahlian.

3. Memiliki NUPTK, Sertifikat TOEFL Prediction Score minimal 450 dari lembaga bahasa terakreditasi

4. Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun. Diutamakan menguasai bahasa lokal negara yang dituju.

5. Diutamakan memiliki sertifikat/penghargaan nasional sebagai keterampilan tambahan selain mengajar; Olahraga, Pramuka, Seni Budaya, Keagamaan, TIK, Akuntansi/Keuangan

Lamaran dilengkapi dengan pas foto, seluruh surat-surat dalam persyaratan, surat keterangan sehat dan bebas narkoba yang masih berlaku, deskripsi diri, potensi dan motivasi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bagi guru Non PNS semuanya hampir sama, hanya saja penandatangan berkas Kepsek dan Ketua Yayasan.

Setelah menunggu berbulan kemudian keluarlah pengumuman peserta yang lolos seleksi adminitrasi, untuk info kalian bisa check it out here: http://mutasi.sdm.kemdikbud.go.id/siln/?menu=3# . Selanjutnya dimulailah tes berjenjang yang menguras waktu, tenaga, dan konsentrasi antara lain: tes psikotes/TPA, tes TOEFL, tes Psikologi. Karena tahun ini rekrutmen dilakukan saat pandemi, maka seluruh tes berlangsung secara online. Kemdikbud/PKLN bekerjasama dengan salah satu lembaga konsultan psikologi independen profesional. Jadi jangan cemas, tidak akan ada bias apalagi KKN dalam penerimaan ini. Hari berikutnya tes dilakukan secara marathon berupa simulasi mengajar, FGD Wawancara (2 lapis).

Tips dan saran yang mungkin bisa saya tambahkan;

1. Tulislah surat lamaran, motivasi dan critical incident dengan jujur, meyakinkan, dan penuh semangat. Jangan lupa cetak semua berkasmu termasuk CV (yang dikirimkan) dan form Critical Incident yang telah diisi karena ia sangat membantu dalam kedua wawancara berlapis.

2. Sediakan alat ICT yang mumpuni, minimal laptop, speaker, headset, dan lampu sorot bila ada (biar glowing).

3. Pelajarilah buku-buku Psikotes/TPA, TOEFL, dan tes Psikologi. Kalau kamu malas membaca maka cari saja di mas Google. Insya Allah si mas siap sedia membantu.

4. Rancanglah salah satu pembelajaran yang menarik dalam bentuk RPP dengan alat peraga multi moda dan real. Actually mereka ga peduli dengan materi yang kamu sampaikan tapi lebih ke cara kamu menyampaikannya (udah mirip bahasa Jaksel belum ni?). Mereka lebih menilai delivery mu menarik ga? Inovatif ga? Jujur waktu itu dua menit pertama saya agak grogi. Jadi pas ditanya setelah simulasi (simulasi hanya 10 menit), saya jujur saja dan minta maaf tadi agak sedikit grogi jadi lupa urutan. Alhamdulillah untuk tes simulasi ini saya banyak dibantu teknisnya oleh mahasiswa PPG Pra Jabatan yang saya bimbing. Terimakasih Ade, Dea, Winda..ternyata bener ya..kita saling belajar satu sama lain. 

5. Saat wawancara usahakan critical incident dan CV ada di sampingmu agar saat interviewer bertanya, kamu gak bingung ini teh bahas apa bagian yang mana (karena CI tsb berlembar-lembar). Jawablah pertanyaan dengan sopan, jangan mengada-ngada apalagi mengira-ngira.

6. Terakhir yang paling mumpuni, minta doa dari orang tuamu, mertuamu, istri/suamimu agar semuanya dilancarkan dan penuh berkah. 

Untuk sementara itu dulu (panjang beud). Nanti kita sambung dengan cerita berikutnya. 





Selasa, 17 Agustus 2021

School at Pandemic in Padang

 Sejak Pandemi menyerang pada akhir tahun 2019 sampai membuat seluruh sekolah di Indonesia tutup dan harus berlangsung secara online (dalam jaringan), masyarakat kita benar-benar kelabakan. Adaptasi terhadap kebiasaan baru, istilah-isltilah baru menuntut para guru, siswa, terutama orang tua melek dengan teknologi dan pembelajaran yang disampaikan secara dalam jaringan (daring), kombinasi, maupun luar jaringan (luring).

Di awal tahun 2020 para guru kemudian memindahkan kelas konvensional mereka ke dalam grup chat pada aplikasi sosial media Whatsapp. Salah satu alternatif paling gampang dan akrab dengan masyarakat Indonesia. Namun setelah dijalani selama seminggu minat belajar siswa terlihat menurun. Beberapa diantara mereka hanya mengisi daftar hadir, namun melewatkan penjelasan guru di video, voice notes, maupun foto penjelasan. Sebagian dari mereka hanya mengerjakan tugas yang ternyata diambil dan ditempel dari situs-situs yang ternyata memang tersedia untuk membahas seluruh soal pada buku tema maupun mata pelajaran. 

Beberapa aplikasi pembelajaran seperti Google Classroom, Edmodo, Padlet, dll sebenarnya tersedia dan cocok untuk digunakan sebagai alternatif pengganti Whatsapp ataupun LKS yang diberikan dan diperiksa sekali seminggu. Ataupun metode drilling menjawab soal yang disediakan guru untuk diantarkan dalam jangka waktu tertentu oleh orang tua. Tapi kendalanya, sebagian guru tidak menyukai aplikasi tersebut karena menurut mereka ribet, menambah kerja, dan tidak efektif. Bagi siswa juga repot, meyusahkan, dan tidak asyik. Ini dari pengakuan sebagian kawan yang mencoba menerapkannya di kelas. 

Selain itu, di awal semester atau tahun ajaran guru juga sebetulnya dapat mengantisipasi kesulitan dalam pembelajaran di masa pandemi ini dengan memetakan siswa dan aksesnya terhadap gadget. Orang tua dan siswa diundang ke kelas untuk memantau berapa orang yang memiliki gadget, rasio gadget dengan anak di rumah, akses terhadap kuota dan wi-fi, serta dukungan orang tua siswa baik dukungan waktu (mendampingi dalam belajar) maupun menyediakan kuota (finansial). Karena sebagian orang tua siswa terdampak secara ekonomi akibat pembatasan kegiatan (lock down) yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini pernah penulis bahas saat diundang menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Internasional Pembelajaran di Era Pandemi yang diadakan oleh Jurusan PGSD UMSB.




Untuk mengatasi itu kami bergerak mengadakan workshop/bengkel kerja Penggunaan Aplikasi Pembelajaran dan Pembuatan Video Pembelajaran di Kecamatan Pauh menggandeng Universitas Putra Indonesia (UPI YPTK) dalam bentuk kegiatan Pengabdian Masyarakat. Kegiatan ini diiikuti oleh guru SD di Kecamatan Pauh di SD Negeri 13 Kapalo Koto tempat penulis mengajar.

Alhamdulillah bersama narasumber, dosen, dan mahasiswa UPI YPTK para guru didampingi menggunakan aplikasi pembelajaran sederhana dan pembuatan video menggunakan aplikasi rekam layar Camtasia. Kedua materi tersebut merupakan skill yang harus dikuasai guru untuk beradaptasi mengajar di tengah situasi Pandemi Covid-19 saat ini. 

Bravo Pendidikan Indonesia!

Sumber Foto: UMSB 

Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertany...