Senin, 11 Desember 2023

Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertanyaan yang selalu membuncah di pikiran guru maupun orang tua, atau orang-orang yang peduli dengan pendidikan generasi muda.

Pada masa lalu, pendidikan memiliki ukuran yang pasti dalam mengukur keberhasilan seorang anak dalam belajar. Ukuran yang tentunya sesuai pula dengan zaman/masa tersebut. Namun di masa kini saat arus informasi dengan mudah diperoleh oleh semua orang, dimanapun itu, membuat ukuran tersebut menjadi bias, penuh dengan pro dan kontra. 

Lihatlah sebuah chat yang terjadi hampir di waktu yang bersamaan berikut ini:





Isi chat/percakapan ini dalam bahasa daerah (Minangkabau) dimana siswa yang dengan sangat akrabnya kepada gurunya kemudian menanyakan kepada gurunya apakah ada kekurangan tugas maupun penilaiannya agar bisa diperbaiki atau diremedial. Dan gurunya menanggapinya secara bercanda ala anak SMA bahwa tidak ada lagi yang perlu diperbaiki. Di sini terlihat motivasi anak yang tinggi agar prestasi belajarnya tidak turun dalam rekaman laporan hasil belajar (LHB) nya nanti, meskipun dia menghubungi di saat sudah injury time, atau di saat masa terima raport mungkin sudah dekat.

Bandingkan chat/percakapan yang sama kasusnya beda sekolah, beda guru, namun justru berbanding terbalik situasinya dimana yang bertanya justru guru kepada sang siswa, dan jawabannya sangat indifferent (acuh tak acuh) berikut ini:



Siswa ini dengan sangat kalemnya menyatakan bahwa dia sudah sangat puas dengan nilainya yang rendah dalam mata pelajaran yang diampu oleh gurunya yang bertanya tersebut. Baiklah jika dia mungkin tidak menguasai atau tidak tertarik dengan mata pelajaran tersebut, namun jika dia sudah memilih mata pelajaran tersebut seharusnya dia bertanggung jawab struggling agar hasil belajarnya memuaskan, bukan malah asal-asalan saja.

Dan ada juga siswa yang dengan santainya menjawab bahwa dia tidak mengerjakan tugas. Tanpa rasa bersalah. 

Sebagian guru yang pro dengan tidak adanya standar ketentuan batas ambang nilai (KKM) akan support bahwa anak tidak harus jago pada semua mata pelajaran. Alasannya dia pasti berhasil dan mampu di bidang yang dia kuasai. Namun jika hal basic saja seperti menyelesaikan tugas tidak mampu dia kerjakan bagaimana dia akan berhasil di masa hadapan?

Sebagian guru yang kontra akan beralasan bahwa kemerdekaan yang digaungkan dalam kurikulum baru bukanlah kemerdekaan yang blas dimana anak dapat bertindak semaunya seakan tanpa ada batasan.

 
Namun merdeka dalam takaran dan kesepakatan yang sudah dibuat di awal pembelajaran bersama sang guru sehingga ketika ada kejadian dimana siswa melanggar kesepakatan seperti tidak mengerjakan tugas, memperoleh hasil belajar di bawah target, maka ia juga siap memilih konsekuensi yang dia inginkan. 
Kurikulum merdeka memberi ruang yang lebih lega bagi guru dan siswa untuk menata pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswanya. Namun sebagaimana kurikulum baru dimana para guru dan siswa juga tertatih beradaptasi dengan sistem baru, kejelasan defenisi merdeka juga hendaknya tidak abu-abu di mata guru dan siswa. Agar tujuan mulia dari pendidikan nasional bisa tercapai.



Sabtu, 11 November 2023

Naik Haji Tanpa Daftar Tunggu

 

 

Menunaikan rukun Islam kelima merupakan impian pribadi setiap muslim. Siapa sih yang tidak mau menunaikan haji menuju Allah, meneladani Ibrahim dan keluarga istimewanya yang telah mewariskan teguhnya keimanan baik melalui Ismail maupun Ishak yang telah menelurkan 3 agama samawi di dunia ini. 

Melaksanakan haji juga sekaligus mengenang kisah agung Rasulullah SAW dalam Sirah Nabawi yang dengan gamblang menjelaskan bahwa rasulullah saja yang Native penduduk Makkah harus berjuang melaksanakan haji dari Madinah (bahkan dihalang-halangi oleh kaum Non Muslim Makkah waktu itu dengan berbagai cara). Maka, ibadah haji kita belumlah apa-apa perjuangannya bila dibandingkan dengan kisah hajinya beliau di saat tersebut. 

Sejujurnya saya tidak pernah bermimpi bisa melaksanakan ibadah haji dalam usia yang masih terhitung muda ini. Masih 40 tahun. Dahulu saat di pesantren ketika membahas Fiqh ibadah haji saya tidak terlalu antusias menghafal detail maupun hikmahnya (akhirnya menyesal sendiri saat harus belajar ekstra saat waktunya sendiri tiba). Saat mengganti pilihan dari KL ke Jeddah ketika mengikuti seleksi guru SILN ini, salah satu motivasi saya adalah untuk mewujudkan impian keluarga kecil saya bisa sholat, haji, dan umroh bersama di Mekkah Almukaromah, di Masjidil Haram. Alhamdulillah Allah memudahkan jalannya.

Saat itu saya baru saja mendatangkan istri dan anak saya dari Indonesia ke Saudi. Terbayang saja rumitnya istri harus mengurus CLTN di instansi tempatnya bekerja, mengurus visa dan biaya ongkos transportasi yang tidak sedikit. Namun karena kemudahan dari Allah, alhamdulilllah semua berjalan dengan lancar. Harapan kami sehat selalu hendaknya kami berempat dan keluarga besar yang ditinggalkan di kampung agar impian kami bisa terwujud hendaknya. Ammiin. 

Saat situasi seperti itulah salah satu rekan sejawat saya, yang sudah lebih dulu mengabdi di SIJ ini secara langsung bertanya; "bapak sudah daftar hajikah?". Saya menjawab belum, dan menjelaskan situasi saya saat itu. "Ya sudah, saya daftarkan saja pak. Sekalian sama istrinya ya?" Seketika itu saya merasa speechless dan air mata saya menggenang.

''Kamu serius"", kataku tidak percaya. Hari itu juga temanku yang masih muda itu mendaftarkan namaku di website localhajj/Nusuk yang memang khusus untuk pendaftaran warga Saudi dan ekspatriat (yang memiliki izin tinggal/iqamah). Istriku saat itu menunda pendaftarannya disebabkan iqamahnya masih dalam pengurusan selain itu juga mempertimbangkan kedua anak kami yang masih berusia di bawah 12 tahun sehingga tidak bisa juga didaftarkan. Jadi harus ada salah satu yang menunggui anak kami. Temanku menawari agar anak kami dititipkan saja dengan beliau namun istri saya tetap teguh dengan pendiriannya. Dia memilih mendaftar tahun depan.

Maka kemudian kami memilih syarikah (perusahaan/travel) yang bagus fasilitasnya, dan dekat dari stasiun kereta di Mina. Karena dari pengalaman beliau jarak perjalanan dari Camp di Mina ke stasiun kereta sangat penting mengingat panjangnya perjalanan maupun antrian kala melontar jumrah nantinya. Akhirnya kami memilih syarikah Hisyam Badawi Skaik Company yang jaraknya dari stasiun sangat dekat sekali kemahnya. Kami memilih paket 9300 SAR yang dilengkapi dengan fasilitas sangat memadai di tenda/camp di Mina dan Arafah. 

Setelah mendaftar di bulan Januari tersebut, saya kembali disibukkan dengan aktivitas mengajar. Hingga akhirnya datanglah bulan Ramadhan, dan kami menerima sms dari Ministry of Hajj bahwa kami wajib mendapatkan vaksin Flu dan Meningitis sebagai syarat mengikuti ibadah haji tahun ini. Dengan berbekal bertanya kepada guru lain yang telah pernah hajian, kami kemudian disibukkan berburu tempat vaksin gratis di fasilitas Health center (semacam puskesmas di Indonesia), tapi semuanya tutup dan kehabisan vaksin. RS. King Abdul Aziz pun bahkan kami datangi.

Santai dulu di lobby RSKAI

Setelah diberitahu bahwa pelayanan kemungkinan akan dibuka setelah libur lebaran kami berempat pun pulang kembali. Setelah lebaran baru kami mendapat tempat faskes yang ternyata dekat sekali dengan sekolah. Hanya beda satu jalur jalan. Alhamdulillah semua vaksin tersedia dan kami langsung didaftarkan hasilnya secara online oleh petugas mereka yang ternyata sebagian besar sangat ramah.

Menjelang bulan haji kami bersabar menunggu sms maupun pemberitahuan grup wa. Ketar-ketir. Ada yang cepat dihubungi ada yang menyusul (karena beda-beda syarikah/travel hajinya). Akhirnya kami berempat memutuskan sehari sebelum hari H harus mengunjungi kantor syarikah/meeting point dulu agar tidak tersesat nantinya. Saya sebelumnya setelah melalui banyak sms dan wa chat yang rumit (ternyata petugasnya tidak bisa berbahasa Inggris), akhirnya bersama anak dan istri mengunjungi syarikah dan menjemput semua perlengkapan yang disediakan. Ada travel bag, payung, sajadah lipat, kipas, Alquran, peralatan mandi, tasbih digital, dll.

Grup-grup wa pun bermunculan seperti cendawan di musim hujan. Ada grup umum yang isinya berbahasa Urdu semua (Pakistan). Ada grup berbahasa Arab (warga native lokal Saudi) dan ada grup berbahasa Inggris yang didominasi orang India, Pakistan, Bangladesh dan minoritas dari Filipina dan Indonesia. Akhirnya saya merasakan apa yng dirasakan oleh siswa saya di kelas yang mengalami language barrier (kendala bahasa). Ketemu orang Asean yang berbahasa Melayu seakan seperti ketiban durian.

Tidak ada manasik haji seperti di Indonesia yang kurikulumnya hebat luar biasa itu, yang ada pertemuan google meeting yang lebih ke membahas masalah fiqh dan alur serta tata cara haji yang disediakan dalam berbagai bahasa. Para jemaah diminta memilih 3 jenis haji yang diinginkan; tamattu', qiran, atau haji 

Akhirnya bulan Zulhijjah pun tiba. Setelah berdiskusi melalui zoom/dunia maya, kami diarahkan uituk berkumpul di sebuah hotel di area dekat Laut Merah tepatnya di Hotel Sukoon. Kami dibagikan atribut, dibagi ke dalam beberapa rombongan untuk menaiki bus menuju Makkah. Ada 3 orang Indonesia sesama calon haji  yang bertemu dengan saya di Syarikah ini. Seorang mas-mas dari Jawa yang diam di Jeddah, seorang Jakartan, teknisi IT dari Riyadh. Meski tidak satu bus ataupun satu tenda, kami tetap bisa bersua, bertukar informasi, dan kadang-kadang bercanda. Meluapkan harapan dan kebingungan karena kendala Bahasa di tenda masing-masing. Saya yang hanya bisa dasar Bahasa Arab Fusha dan Bahasa Ingerís, sementara si mas hanya bisa Bahasa Arab Amiyah. Kami juga berjumpa saudara Muslim Moro dari Philiphina. Jadi tahu juga kemajuan daerah tersebut saat ini.

Kenangan di Arafah

Melalui setiap tahapan dari prosesi haji dengan penuh semangat. Mengaji di tenda, sesekali menghubungi keluarga untuk berkabar, dan antri untuk setiap kegiatan basic (makan, kamar mandi, naik kereta). 

Antrian makan

Di Hari Arafah, meskipun ada himbauan dari kementerian agar kami stay di tenda, pembimbing kami yang orang Pakistan tetap membawa kami berdoa di luar tenda agar lebih puas. Di sini saya melihat keajaiban di depan mata. Saat sedang berdoa, jamaah Pakistan yang berdoa dengan Bahasa Urdu bercapur Arab tiba-tiba dihampiri saudaranya yang dari India, lalu mereka berdoa bersama sambil menangis. Tidak ada batas negara dan perasaan saling anti yang biasanya mereka tunjukkan di dunia maya. Saya yang sama sekali tidak mengerti kosakata Hindi/Urdu hanya bisa mengaminkan kalau mereka melafalkan doa dalam Bahasa Arab.

Nah, karena mereka cukup fluent Bahasa Inggrisnya saya terpaksa mengekori orang Pakistan ini kalau teman Indonesia saya di grup lain. Alhamdulillah semua prosesi berjalan lancar, yang paling berkesan selain Arafah adalah saat bermalam di Muzdalifah. Langit malam itu indah sekali.

Bermalam di Muzdaleefah

Seluruh kemewahan pelayanan berhaji tersebut berbanding terbalik dengan situasi jemaah haji Indonesia di luar sana. Kami bertiga, berempat dengan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang studi di UIM (Universitas Islam Madinah), saling wanti-wanti agar tidak mengunggah makanan lezat yang kami nikmati untuk menjaga perasaan saudara kami di luar sana. 

Akhirnya setelah melewati seluruh rangkaian prosesi ibadah haji, kami malaksanakan Thawaf Wada' untuk selanjutnya kembali ke Mekkah. Karena seluruh jamaah haji berduyun-duyun melaksanakannya dan menuju Mekkah maka kemacetan panjang menjadi penutup aktivitas kami malam itu, baik sebelum ataupun setelah thawaf. 
Ambik gambar selepas thawaf wada'


Di malam Hari kelima tersebut, sampailah kami di Jeddah di Hotel Sukoon untuk kembali menuju rumah masing-masing. Sebuah pengalaman spiritual yang sangat berkesan. 








 

 

Selasa, 29 Agustus 2023

Pentingnya Pendidikan Seks bagi anak di Usia Sekolah Dasar





Bagaimana cara menjelaskan apa itu mimpi basah kepada anak lelaki anda?
Bagaimana cara menyiapkan putri anda menghadapi menstruasi pertamanya?
Seperti apa reaksi anda saat memeriksa gawai anak anda yang history penelusuran mesin perambahnya ternyata penuh dengan situs-situs bokep?
Bagaimana anda menjelaskan konsep bahwa mengagumi, mencintai, dan pacaran merupakan sesuatu yang berbeda?


Pertanyaan-pertanyaan ini sering dihadapi orang tua maupun pendidik saat anaknya memasuki usia sekolah/remaja. Namun bagaimana jika anak yang terpapar konten dewasa tersebut masih kelas rendah di Sekolah Dasar? Dan bukan hanya satu atau dua anak? Apa yang harus dilakukan guru dan orang tua?
Realita itulah yang dihadapi sebagian orang tua dan guru  di Indonesia sejak sekolah online berlaku 2019 lalu hingga sekarang. Namun tidak banyak yang berani speak-up membahas masalah ini maupun solusinya karena dianggap sesuatu yang tabu.

Pandemi Covid-19 merubah pola didik anak/siswa yang tadinya dijauhkan dari gawai menjadi akrab dengan gawai setiap harinya. Mereka belajar dan mengerjakan tugas menggunakan gawai, mulai dari anak/siswa di kota sampai di desa. Ketidaksiapan orang tua dan guru mengontrol penggunaan gawai oleh anak/siswa tersebutlah yang menjadi penyebab mudahnya anak/siswa terpapar konten dewasa. Sehingga tidak dapat tidak, kampanye pentingnya Pendidikan seks di usia SD perlu dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman anak/siswa dalam memahami diri dan lingkungannya.

Lumrahnya materi reproduksi baru diajarkan di kelas enam, saat siswa memasuki usia pra remaja. Siswa sudah mulai berhadapan dengan masalah perubahan hormon yang menyebabkan perubahan fisik dan emosi, bau keringat, jerawat, serta ketertarikan kepada lawan jenis. Di sini peranan guru dan orang tua penting agar siswa tidak mengalami kesalahan informasi dan persepsi dalam memahami dirinya. Memasukkan norma agama, adat, dan budaya juga sangat tepat agar siswa semakin paham peranannya dalam masyarakat.

Anak lelaki misalnya, secara fisik mereka mengalami perubahan mulai dari tubuh yang semakin berkembang maupun perubahan suara. Orang tua dan guru dapat memberi pemahaman bahwa hal tersebut normal dan justru menandakan bahwa mereka sehat secara fisik. Pengalaman mimpi basah menjadi tanda bahwa mereka sudah siap secara seksual menuju tahap lelaki dewasa, namun secara mental mereka harus banyak belajar dalam hidup. Soal tanggung jawab, mulai dari menjaga kebersihan diri dan pakaian (mencuci sendiri pakaian dalam) mereka, menjaga aurat dan rasa malu mereka di hadapan orang lain.

Untuk anak perempuan pun begitu. Penting sekali bagi orang tua dan guru menjelaskan bahwa perubahan fisik mereka bukanlah keanehan namun menunjukkan bahwa mereka sehat dan menuju kematangan diri. Memahami bahwa secara periode mereka akan mengalami haid, dan siap mengalami pengalaman haid pertamanya sehingga ia tidak menjadi pengalaman yang tidak nyaman. Anak/siswa perempuan hendaknya menyiapkan satu set pembalut kecil untuk disimpan di dalam tasnya, menjaga bila saat itu tiba dia tinggal bergegas ke kamar kecil sehingga dia tetap nyaman beraktivitas baik di rumah, sekolah, maupun di luar ruangan. Memakai deodoran dan parfum agar bau keringat tidak membuatnya malu saat bergaul, dan menjaga kebersihan diri maupun fisiknya. Selain itu masa ini juga menjadi masa terbaik bagi orang tua dan guru menjelaskan bagaimana anak/siswa harus menjaga aurat dan pergaulannya baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Mengajarkan siswa bertanggung jawab atas kebersihan diri maupun memakai rasa malu saat bergaul di tengah masyarakat (pernahkah anda atau petugas kebersihan menemukan bekas pembalut yang dibuang begitu saja di WC sampai membuatnya kotor bahkan tersumbat misalnya? Atau menemukan benda tersebut dibuang di sudut kamar begitu saja dan dibiarkan berhari-hari?). 

Memahami remaja dan menjadi temannya merupakan tugas orang tua dan guru agar mereka tidak gagap menghadapi masa-masa perubahan tersebut.
Tapi bagaimana dengan anak/siswa usia kelas rendah (kelas 2 atau 3) yang sudah terpapar konten dewasa? Cara orang tua/guru menjelaskan konsep-konsep tersebut tentu tidak sama dengan siswa yang sudah duduk di kelas tinggi atau usia pra remaja dimana mereka sudah mulai bisa memahami konsep yang semi konkret maupun abstrak. Di sinilah pentingnya peranan orang tua dan guru menjelaskan menggunakan bahasa sederhana anak seusia tsb bahwa aktivitas seksual bukanlah aktivitas anak-anak seusia mereka. Menggunakan terma, 
“abang sudah siap ya jadi papa? Sudah bisa kerja cari duit, memberi belanja keluarga?”. 
“dedek sudah siap ya jadi mama? Sudah siap punya anak?”
Dihadapkan pertanyaan tersebut anak/siswa yang terpapar konten tersebut biasanya tergeragap dan cepat-cepat menjawab tidak pak, belum bu. Lalu menunduk. 

Orang tua/guru diharapkan bisa memberikan pemahaman pentingnya menjaga aurat dan malu pada anak/siswa di depan orang lain dan Tuhan. Nilai-nilai budaya dan agama yang sekarang justru sudah semakin ditinggalkan. Tentunya menyesuaikan dengan kosakata dan pemahaman mereka. Pentingnya kontrol kebiasaan menggunakan gawai oleh orang tua dan guru serta komunikasi efektif dan terbuka antara anak/siswa dengan orang tua dan guru sangat menentukan apakah anak/siswa dapat melalui proses tersebut. Karena anak-anak usia dini yang terpapar konten dewasa/pornografi cenderung bermasalah secara intelektual, emosi, dan kepercayaan dirinya ke depannya. 

Semoga kita bisa memainkan peranan terbaik kita dalam mendampingi tumbuh kembang anak/siswa kita. Bismillah..

Selasa, 18 Juli 2023

Diklat Asyik Calon Pengajar Praktik (CPP)


Setahun lalu saya mengikuti Diklat Calon Pengajar Praktik (CPP) Angkatan 4 yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Awalnya saya pernah mengikuti seleksi Pendamping Guru Penggerak (sekarang namanya Pengajar Praktik) di angkatan 1 namun karena tidak teliti saat mengisi Esai saat memasukkan aplikasi saya tidak lolos. 

Alhamdulillah setelah berkonsultasi dengan beberapa rekan guru sekaligus sahabat saya; Aa Riyan dan Mbak Wahyu nun jauh di Pulau Jawa sana, tahun ini saya bisa lolos seleksi peserta diklat CPP Angkatan 4 ini. Tuh kan, kolaborasi adalah kunci utama kesuksesan. Kalau zaman dulu ada pameo bahwa di Indonesia Jawa adalah Koentji, maka di zaman ini, Kolaborasi adalah kunci.

Apa sih itu CPP? Calon Pengajar Praktik merupakan seseorang yang ditugaskan mendampingi Calon Guru Penggerak (CGP) dalam menjalankan perannya sebagai Guru Penggerak wabilkhusus selama masa 9 bulan diklat (saat ini dipersingkat menjadi 7 bulan) dengan berbagai kemungkinan alasan, salah satunya efisiensi. Nah, PP ini bertugas mementori dan mengcoaching CGP. 

Cara pendaftaran menjadi CPP yaitu dengan mengisi aplikasi di SIM PKB. Bila daerah anda menjadi sasaran, anda punya kompetensi, integritas, dan kemauan maka anda layak menjadi salah satu peserta! Pantaskan saja dirimu!

Setelah melalui seleksi administrasi, lanjut dengan seleksi simulasi mengajar selama 20 menit dan wawancara dengan dua interviewer. Setelah diamati background kedua pewawancara ini adalah praktisi pendidikan, dan akademisi. Apa saja pertanyaannya? Tentu saja berhubungan dengan essai yang anda isi dan motivasi anda mengikuti seleksi ini.

Setelah lolos maka anda wajib mengikuti Diklat marathon bersama para ahli yang tidak kaleng-kaleng. Di masa saya pemerintah menggandeng ahli dari universitas, coach dari lembaga coaching swasta yang tidak segan-segan membagi ilmu dan pengalamannya bersama para guru yang masih awam tentang prinsip merdeka belajar Ki Hajar Dewantara maupun teknik Coaching dan alur TIRTA-nya. Namun dengan semangat yang menggebu ditambah kolaborasi sesama peserta maka akhirnya resmilah sudah kami menjadi Pengajar Praktik Angkatan 4. 



Berbagai ilmu dan pengalaman di lapangan membimbing para Calon Guru Penggerak yang keren dan penuh semangat menggerakkan pendidikan membuat kami menyadari banyak hal, salah satu poin terpentingnya bahwa kami belajar banyak dari para CGP tentang hakikat pendidikan dan menggerakkan pendidikan menuju arah yang lebih baik. Dan ide, proses, maupun hasilnya tidaklah mudah. Namun semangat kami tidak akan pernah patah.

Semoga jaya selalu CPP angkatan 4 yang sekarang sebagian besar sudah naik pangkat menjadi Fasilitator di angkatan kemarin, dan CGP kami yang saat ini juga sudah mengikuti jejak mentornya menjadi PP di angkatan ini. Apapun itu semoga kita selalu ingat prinsip merdeka belajar bukanlah pada poster, jargon, dan kata-kata ataupun seremonialnya, tetapi pada ide, proses, dan kolaborasi bergerak mewujudkannya. Salam Guru Penggerak! 

Apa yang Salah dengan Sistem Pendidikan Kita?

Pertanyaan ini selalu hadir dari waktu ke waktu. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dari satu kurikulum kepada kurikulum yang baru. Pertany...